Untuk Cinta Pertama Setiap Anak Gadis (Bapak)
Tulisan ini saya buat sejak setahun yang lalu. Tetapi tidak pernah saya publish karena saya merasa ini terlalu privat. Tetapi akhirnya saya putuskan untuk mempublish tulisan ini.
Sesungguhnya ini bukan tulisan yang saya harapkan akan muncul di blog ini. Tetapi, saya rasa saya harus menuliskannya meski ini tidak mudah, karena ini adalah salah satu cara untuk selalu mengingat dan mengenang sosok orang yang sangat saya cintai. Tulisan tidak akan pernah hilang bukan, kecuali sang penulislah yang menghapus dan menghilangkannya.
Sesungguhnya ini bukan tulisan yang saya harapkan akan muncul di blog ini. Tetapi, saya rasa saya harus menuliskannya meski ini tidak mudah, karena ini adalah salah satu cara untuk selalu mengingat dan mengenang sosok orang yang sangat saya cintai. Tulisan tidak akan pernah hilang bukan, kecuali sang penulislah yang menghapus dan menghilangkannya.
27 April 2018 pukul 13.30 wib, ada sebuah panggilan masuk
dari ibu saya. Dalam percakapan singkat via handphone tersebut, ibu mengabarkan
bahwa bapak masuk ke rumah sakit. Ibu meminta saya untuk segera pulang jikalau
saya tidak sibuk, meski kata ibu, bapak tidak ingin saya pulang, katanya tidak
perlu, tidak usah repot-repot. Tapi mendengar nada suara ibu yang jelas-jelas
khawatir, saya langsung tahu bahwa saya harus segera pulang ke kampung halaman.
Sabtu siang, 28 April 2018, saya mendarat di bandara
Soekarno Hatta Tangerang, setelah menempuh perjalanan dari Pontianak. Malamnya,
saya naik kereta api dari Stasiun Gambir menuju kampung halaman saya.
Minggu, 29 April 2018 pukul 5 pagi, saya telah sampai di
stasiun tujuan terakhir kereta Purwojaya. Saya sudah dijemput oleh kerabat
kami, sebelum menuju rumah sakit, kami pergi ke pasar terlebih dahulu, bapak
nitip dibelikan pisau untuk mengupas buah yang akan dipakai oleh orang-orang
yang menjenguk bapak di rumah sakit. Pukul 6 pagi, saya tiba di kamar Dahlia,
tempat bapak dirawat di rumah sakit. Beliau terlihat sudah lebih baikan kata
ibu saya. Bapak juga duduk sambil menyenderkan punggungnya ke bantal. Beliau
bosan tiduran terus katanya. Kami mengobrol seperti biasa. Bapak pun
mengeluarkan candaannya kepada kami yang berada di ruangan. Kami bahkan
membicarakan rencana bapak untuk keluar rumah sakit hari rabu,melihat kondisi
bapak yang terlihat mengalami kemajuan saat itu. Jam 7 pagi, bapak meminta
diantar ke kamar mandi yang masih berada dalam satu ruangan. Saya memasangkan
sandal, membantu beliau turun dari tempat tidur, dan memapah beliau ke kamar
mandi. Tapi beliau meminta saya hanya sampai di depan pintu kamar mandi, saya
menunggu di luar. Ibu dan beberapa kerabat sedang berada di teras luar kamar.
Saya menunggu dan menunggu, sampai saya merasa ada yang ganjil. Saya
mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi, tapi tidak ada respon dari dalam. Sungguh,
saat itu saya panik. Langsung saya dorong pintu, dan saya menemukan bapak sudah
pingsan. Saya langsung berteriak meminta bantuan, saya memanggil ibu dan
siapapun mereka. Tidak ada dokter yang datang, hanya perawat dua orang. Kami
bersama-sama membawa bapak ke tempat tidur untuk membaringkannya kembali.
Memasang alat bantu oksigen. Perawat melakukan tindakan CPR. Saya dan ibu terus
membisiki telinga bapak dengan kalimat-kalimat syahadat dan doa-doa yang kami
rapalkan. Berkali-kali sampai percobaan kesekian akhirnya perawat menyerah.
Mereka mengatakan ayah saya sudah tiada.
Sungguh, saat itu semua terasa seperti mimpi. Sangat tidak
nyata. Tadi pagi, beliau masih menelfon dan mengirimkan pesan Whatsapp kepada
saya. Baru saja pula, kami mengobrol bahkan bercanda dengan beliau. Dan, baru
saja pula saya mengantar bapak ke kamar mandi dalam keadaan masih sadar. Hey, beliau
masih bisa berjalan.
Innalillahi wa
innailaihi rajiun. Setiap yang bernyawa
pasti akan mengalami mati.
---------
Sekarang sudah memasuki bulan Juli, tidak terasa beliau
sudah meninggalkan saya, ibu, dan kakak selama dua bulan. Beliau memang sudah
terlebih dahulu meninggalkan kami, tapi kehidupan kami tetaplah harus berjalan.
Saya selalu meyakinkan diri sendiri bahwa saya sudah ikhlas dengan kepergiannya.
Tetapi kadang kala, kenangan-kenangan akan muncul di waktu dan tempat yang
tidak kita duga. Saya akan selalu berusaha mengenang semua hal tentang beliau.
Tentang kenangan-kenangan yang kami ciptakan bersama. Bapak dulu sering
mengantar saya ke sekolah. Bapak juga sangat memotivasi saya untuk menjadi “orang”
yang tidak bergantung kepada orang tua. Bapak sangat sabar menghadapi kami-kami
ini. Tapi tetap tidak mengurangi sikap tegasnya. Bapak terkenal sebagai orang
yang suka bercanda, ceria, dan tidak ‘mriyayeni’ kepada orang-orang. Namun,
bapak adalah orang yang ambisius, dan beliau berhasil mendapatkan prestasi-prestasi
luar biasa itu melalui kerja kerasnya. Saya harus belajar banyak dari bapak.
Kemudian, perjuangan beliau menghadapi sakitnya juga saya acungi jempol. Bapak
bukan orang yang suka mengeluh. Beliau orang yang sangat kuat,saya tahu pasti
berat sekali rasanya menanggung penderitaan sakit bertahun-tahun. Semoga
sakitnya menjadi penggugur dosa untuknya Ya Allah. Saya sangat yakin Allah
sayang dengan bapak saya, tidak ingin membiarkan beliau menanggung sakit lebih
lama lagi.
Di umur bapak yang masih tergolong sangat muda, 48 tahun,
beliau adalah ayah terbaik bagi saya. Beliau sudah melaksanakan tugasnya
sebagai seorang ayah dengan sangat baik. Nasehat-nasehat beliau akan saya ingat
selalu. Hanya saja, tidak bisakah bapak melihat putrinya di pelaminan lebih
dahulu. Bukankah bapak akan menjadi wali nikah di pernikahan saya ? Tetapi
kenapa bapak pergi begitu cepat menemui Sang Khalik.
Ada satu hal kecil yang saya ingat, waktu itu saya sedang berburu
tiket kereta untuk mudik lebaran, tapi saya mendapatkan tiket kereta yang
sampai sana dini hari. Saya waktu itu bertanya kepada bapak saya, “Bapak tetap
mau jemput Fatimah kan walau nyampe keretanya dini hari ?” Beliau menjawab, “Iya,
Bapak siap jemput. Nggak masalah jam berapa.” Tapi nyatanya, bapak tidak akan
pernah menjemput putrinya lagi di stasiun. Lebaran kemarin adalah lebaran
pertama kami tanpa beliau.
Maafkanlah putrimu ini yang tetap selalu kau anggap bocah kecil sampai kapanpun, kalau terkadang masih menangisi bapak. Fatimah
tentu tidak ingin memberatkan bapak disana. Tentu bukan tangisan yang bapak
harapkan. Kami disini akan senantiasa melantunkan doa-doa untuk bapak yang
mampu menembus dimensi yang berbeda. Ya Allah yang Maha Mendengar, pertemukanlah
kami kembali kelak di Jannah-Mu. Disini anak perempuan Bapak, akan menjaga Ibu
dan Kakak. Ingatlah, bapak sudah melakukan yang terbaik dan kami semua sangat
bangga kepadamu. Terimakasih Allah telah memberikan seorang ayah yang begitu
luar biasa kepada kami.
Bapak,tenanglah disana :)
----- Bapak adalah orang yang memiliki hobi menulis.
Karya-karyanya banyak termuat di majalah dan koran. Maka kali ini ijinkanlah, anakmu ini
menuliskan tentangmu di sini. Maaf, jika aku tak sehebat bapak dalam merangkai kata. ----
Komentar
Posting Komentar