Book Review : All The Bright Places (Tempat Tempat Terang) by Jennifer Niven
Tiga minggu yang lalu saya baru selesai membaca buku dari Jennifer Niven versi terjemahan Bahasa Indonesia, All The Bright Places atau Tempat-Tempat Terang. Buku ini merupakan novel bertema mental health pertama yang saya baca. Saya memang sedang sangat tertarik dengan buku yang bertema kesehatan mental, dan saya memutuskan untuk membeli All The Bright Places dan Gone Girl. Tapi untuk Gone Girl sendiri saya belum sempat membaca, boro-boro membaca karena bukunya masih terbungkus plastik dengan sempurna. Dan saya memilih ATBP terlebih dahulu karena saya rasa buku ini lebih ringan untuk dibaca dan sasaran pembacanya juga para remaja (meski saya bukan remaja lagi~).
Judul buku : All The Bright Places (Tempat-Tempat Terang)
Penulis : Jenniver Niven
Alih Bahasa : Angelic Zaizai
Editor : Tri Saputra Sakti & Dini Pandia
Desain Sampul: Yulianto Qin
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-602-03-6336-3
400 halaman
Theodore Finch terobsesi kepada kematian, dan terus-menerus memikirkan berbagai cara untuk bunuh diri. Namun, setiap kali, sesuatu yang positif, betapa pun sepelenya, selalu menghentikannya.
Violet Markey selalu memikirkan masa depan, menghitung hari sampai tiba hari kelulusannya, karena itu berarti ia akan bisa meninggalkan kota kecil tempat ia tinggal di Indiana dan kesedihan mendalam akibat kematian kakaknya.
Ketika Finch dan Violet bertemu di tubir menara lonceng sekolah, tidak jelas siapa yang menyelamatkan siapa. Dan ketika mereka bekerja sama untuk mengerjakan tugas, Finch dan Violet malah menyadari hal-hal lain yang lebih penting: hanya bersama Violet-lah Finch bisa menjadi diri sendiri - cowok nyentrik, lucu, yang menikmati hidup dan ternyata sama sekali tidak aneh. Dan hanya bersama Finch-lah Violet bisa mulai menikmati hidup.
Tetapi, seiring meluasnya dunia Violet, dunia Finch ternyata justru mulai menyusut.
Buku ini akan membawa kita dari dua sudut pandang karakter utama kita, Theodore Finch dan Violet Markey.
Theodore Finch adalah anak yang dijuluki "Aneh" di sekolahnya. Dia hanya mempunyai dua teman di sekolahnya, Charlie Donahue dan Brenda Shank-Kravitz. Finch adalah anak yang sering membuat masalah, membolos sekolah, berkelahi dengan siswa lain, dan pastinya berurusan dengan guru BP. Bisa dibilang tidak ada yang ingin dekat-dekat dengannya.
Violet Markey termasuk anak yang populer di sekolahnya, dia masuk dalam gank anak-anak yang populer. Dulu dia adalah seorang pemandu sorak dan memiliki website EleanorandViolet.com, yang dikelola bersama kakaknya, Eleanor sebelum meninggal. Namun kecelakaan dan kematian yang menimpa kakaknya telah membawa perubahan yang drastis untuk hidup Violet.
Suatu ketika mereka bertemu di langkan menara lonceng sekolah, Finch yang sempat berpikir untuk bunuh diri melihat Violet yang sudah di ujung tubir. Violet yang tidak sadar dirinya sudah di ujung tubir pun panik. Finch-lah yang menyelamatkannya. Tapi orang-orang yang melihat mereka mengira bahwa Violet-lah yang telah menyelamatkan Finch. Violet-lah sang pahlawan sekolah. Kabar pun tersiar, bahwa Finch ingin melakukan bunuh diri. Tapi orang-orang sebenarnya juga tidak peduli pada Finch, mereka hanya menganggap "Dasar Aneh."
Finch dan Violet merupakan teman satu kelas di Geografi. Mereka mendapatkan tugas akhir dari Mr. Black, "Kelana Indiana" yaitu mengunjungi lokasi-lokasi di Indiana untuk dibuatkan laporan di akhir semester. Finch dan Violet menjadi partner dalam proyek tersebut, mau tak mau bagi Violet karena Finch mungkin akan memberi tahu orang-orang apa yang sebenarnya terjadi di menara sekolah waktu itu. Bermula dari Kelana Indiana inilah, mereka menjadi dekat satu sama lain.
Dalam buku ini dijelaskan bagaimana Finch menjadi Si Aneh. Bagaimana keluarganya dan kekerasan yang pernah dialaminya waktu kecil membuatnya menjadi seperti sekarang. Bagaimana isu tentang bullying yang memang nyata ada di sekolah. Juga bagaimana orang tua Violet yang sangat menyayangi, mencintai, dan memberikan dukungan kepada putrinya, meski tidak untuk hubungan Finch dan Violet. Penulis melalui karakter Finch juga akan banyak memaparkan fakta-fakta dan metode tentang bunuh diri.
Para tokoh utama juga sama-sama menyukai syair dan puisi. Kalian akan membaca banyak kutipan Virginia Woolf dari karyanya The Waves dan juga Cesare Pavese.
Theodore Finch adalah anak yang dijuluki "Aneh" di sekolahnya. Dia hanya mempunyai dua teman di sekolahnya, Charlie Donahue dan Brenda Shank-Kravitz. Finch adalah anak yang sering membuat masalah, membolos sekolah, berkelahi dengan siswa lain, dan pastinya berurusan dengan guru BP. Bisa dibilang tidak ada yang ingin dekat-dekat dengannya.
Violet Markey termasuk anak yang populer di sekolahnya, dia masuk dalam gank anak-anak yang populer. Dulu dia adalah seorang pemandu sorak dan memiliki website EleanorandViolet.com, yang dikelola bersama kakaknya, Eleanor sebelum meninggal. Namun kecelakaan dan kematian yang menimpa kakaknya telah membawa perubahan yang drastis untuk hidup Violet.
Suatu ketika mereka bertemu di langkan menara lonceng sekolah, Finch yang sempat berpikir untuk bunuh diri melihat Violet yang sudah di ujung tubir. Violet yang tidak sadar dirinya sudah di ujung tubir pun panik. Finch-lah yang menyelamatkannya. Tapi orang-orang yang melihat mereka mengira bahwa Violet-lah yang telah menyelamatkan Finch. Violet-lah sang pahlawan sekolah. Kabar pun tersiar, bahwa Finch ingin melakukan bunuh diri. Tapi orang-orang sebenarnya juga tidak peduli pada Finch, mereka hanya menganggap "Dasar Aneh."
Finch dan Violet merupakan teman satu kelas di Geografi. Mereka mendapatkan tugas akhir dari Mr. Black, "Kelana Indiana" yaitu mengunjungi lokasi-lokasi di Indiana untuk dibuatkan laporan di akhir semester. Finch dan Violet menjadi partner dalam proyek tersebut, mau tak mau bagi Violet karena Finch mungkin akan memberi tahu orang-orang apa yang sebenarnya terjadi di menara sekolah waktu itu. Bermula dari Kelana Indiana inilah, mereka menjadi dekat satu sama lain.
Dalam buku ini dijelaskan bagaimana Finch menjadi Si Aneh. Bagaimana keluarganya dan kekerasan yang pernah dialaminya waktu kecil membuatnya menjadi seperti sekarang. Bagaimana isu tentang bullying yang memang nyata ada di sekolah. Juga bagaimana orang tua Violet yang sangat menyayangi, mencintai, dan memberikan dukungan kepada putrinya, meski tidak untuk hubungan Finch dan Violet. Penulis melalui karakter Finch juga akan banyak memaparkan fakta-fakta dan metode tentang bunuh diri.
Para tokoh utama juga sama-sama menyukai syair dan puisi. Kalian akan membaca banyak kutipan Virginia Woolf dari karyanya The Waves dan juga Cesare Pavese.
Kau membuatku merasa keemasan, mengalir. --- Virginia Woolf
Irama penderitaan telah dimulai. --- Cesare Pavese
All The Bright Places adalah buku bergenre young adult dari Jennifer Niven dan ternyata merupakan pengalaman pribadi dari sang penulis. Maka tidak heran apabila kita akan merasa sangat "masuk" dengan karakter yang dibawakan. Ikut menyelami dan memahami, seolah-olah kita adalah karakter tersebut. Menurut saya alurnya sedang, tidak cepat atau lambat, dan ada beberapa flashback. Buku ini termasuk kategori buku yang ingin kalian cepat-cepat habiskan membaca karena penasaran. Namun di pertengahan buku, sempat agak bosan juga, namun setelah melewatinya kalian akan ingin segera menyelesaikan. Saya sempat meneteskan air mata untuk buku ini, meski tidak banyak, cerita ini akan menyentuh hati kalian dan sedikit menggeleng-gelengkan kepala :).
Buku ini sangat baik untuk dibaca tidak hanya bagi para remaja, tetapi bagi orang tua atau orang dewasa pun sangat pantas untuk membaca buku ini. Apalagi bila tujuannya adalah untuk memahami bagaimana kekalutan mental yang banyak dialami oleh remaja. Buku ini juga akan membuat kalian menjadi lebih berhati-hati pula dalam bertutur dan bertindak kepada orang lain. Karena kita tidak akan tahu bahwa satu kalimat atau satu perbuatan kita ternyata bisa berdampak begitu dahsyatnya bagi orang lain.
Melalui buku ini saya belajar atau setidaknya lebih memahami what they feel about their depression dan bagaimana kita harus bersikap kepada mereka. Agak menyedihkan bagaimana stigma untuk orang-orang/korban yang melakukan tindak bunuh diri maupun percobaan bunuh diri. Kebanyakan orang-orang akan mengatakan bahwa mereka tolol, bodoh, jauh dari agama, pemakai obat-obatan terlarang, dan atau sekedar ingin mencari perhatian. Padahal bukankah judgement maupun prejudice yang kita berikan kepada mereka belum tentu benar. Bukankah alangkah indahnya apabila kita merangkul dan mendengarkan mereka. Mereka hanya membutuhkan sandaran dan tempat untuk didengar. Kadang mereka tidak membutuhkan nasihat, ceramah, apalagi judgement dari orang-orang. Dan kita juga harus lebih aware, peka, dan peduli dengan orang-orang yang memiliki tanda depresi tersebut. Terkadang justru dari orang terdekat mereka, seperti keluarga, malah tidak mencurigai tanda-tanda tersebut dan tidak menganggap berarti perubahan perilaku mereka. Itu setidaknya yang saya pelajari dari buku ini.
Di luar dari buku ini, saya juga ingin menyampaikan bahwa kita jangan pernah mengatakan hal-hal seperti berikut kepada orang yang berjuang dengan mental illness : 1) You have to be grateful, 2) Many people have it worse than you, 3) You'll be fine. Sekali-kali jangan, kalimat-kalimat itu hanya akan membuat mereka merasa semakin buruk. So what should we say ? Just listen to them and try to understand them :).
Buku ini sangat baik untuk dibaca tidak hanya bagi para remaja, tetapi bagi orang tua atau orang dewasa pun sangat pantas untuk membaca buku ini. Apalagi bila tujuannya adalah untuk memahami bagaimana kekalutan mental yang banyak dialami oleh remaja. Buku ini juga akan membuat kalian menjadi lebih berhati-hati pula dalam bertutur dan bertindak kepada orang lain. Karena kita tidak akan tahu bahwa satu kalimat atau satu perbuatan kita ternyata bisa berdampak begitu dahsyatnya bagi orang lain.
Melalui buku ini saya belajar atau setidaknya lebih memahami what they feel about their depression dan bagaimana kita harus bersikap kepada mereka. Agak menyedihkan bagaimana stigma untuk orang-orang/korban yang melakukan tindak bunuh diri maupun percobaan bunuh diri. Kebanyakan orang-orang akan mengatakan bahwa mereka tolol, bodoh, jauh dari agama, pemakai obat-obatan terlarang, dan atau sekedar ingin mencari perhatian. Padahal bukankah judgement maupun prejudice yang kita berikan kepada mereka belum tentu benar. Bukankah alangkah indahnya apabila kita merangkul dan mendengarkan mereka. Mereka hanya membutuhkan sandaran dan tempat untuk didengar. Kadang mereka tidak membutuhkan nasihat, ceramah, apalagi judgement dari orang-orang. Dan kita juga harus lebih aware, peka, dan peduli dengan orang-orang yang memiliki tanda depresi tersebut. Terkadang justru dari orang terdekat mereka, seperti keluarga, malah tidak mencurigai tanda-tanda tersebut dan tidak menganggap berarti perubahan perilaku mereka. Itu setidaknya yang saya pelajari dari buku ini.
Di luar dari buku ini, saya juga ingin menyampaikan bahwa kita jangan pernah mengatakan hal-hal seperti berikut kepada orang yang berjuang dengan mental illness : 1) You have to be grateful, 2) Many people have it worse than you, 3) You'll be fine. Sekali-kali jangan, kalimat-kalimat itu hanya akan membuat mereka merasa semakin buruk. So what should we say ? Just listen to them and try to understand them :).
Di akhir buku ini, kita juga disediakan daftar kontak layanan bantuan pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa di Indonesia, seperti Into The Light Indonesia, Bipolar Care Indonesia, dan Yayasan Pulih. Untuk teman-teman yang mungkin merasakan tanda-tanda dari anxiety disorder, bipolar, depresi, jangan pernah ragu for seeking help, baik dari keluarga terlebih dahulu maupun psikiater. Seperti kata Jennifer,
Jika menurutmu ada yang salah, bicaralah.
Kau tidak sendirian.
Itu bukan salahmu.
Bantuan ada di luar sana.
Jika menurutmu ada yang salah, bicaralah.
Kau tidak sendirian.
Itu bukan salahmu.
Bantuan ada di luar sana.
Makasih :)
BalasHapus